6.02.2024
Internalisasi nilai-nilai Pancasila di Ruang Akademis
5.06.2024
Ki Hadjar Dewantara; Menelusur Pemikiran Bapak Pendidikan Nasional
Ki Hadjar Dewantara adalah tokoh pendidikan, pahlawan
nasional sekaligus merupakan Bapak Pendidikan Indonesia; sewaktu muda banyak
berkecimpung dan berjuang melalui dunia politik, dunia pers, dunia kebudayaan,
dan tentu saja juga dunia pendidikan sebagaimana yang kita kenal selama ini. Ki
Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi Surjaningrat, lahir pada
hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun Jawa, bertepatan dengan tanggal 2 Mei
1889 M. Ayahnya bernama G.P.H. Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo
Sasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam ke-III. Ibunya adalah seorang putri
keraton Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan
langsung Sunan Kalijogo.
Ki Hajar Dewantara
mengenalkan “Teori Trikon” (kontinuitas, konsentrisitas dan konvergensi) sebagai
rujukan dan usaha pembinaan kebudayaan nasional. Berdasarkan teori tri-kon,
sesungguhnya pendidikan harus berasaskan pada kebudayaan sendiri (culture),
karena kebudayaan merupakan kearifan lokal yang harus tetap dipertahankan. Kearifan
lokal merupakan satu bentuk nyata dari
pada karakter bangsa Indonesia. Ki Hadjar Dewantara mengatakan hendaknya usaha kemajuan
ditempuh melalui culture masyarakat
Indonesia, konvergen dengan dunia luar, dan akhirnya bersatu secara universalitas,
dalam persatuan yang
konsentris yaitu bersatu namun
tetap mempunyai kepribadian sendiri.
Selain
itu Ki Hadjar Dewantara pula mengenalkan konsep pendidikan yang dikembangkan bercorak
pada “Tripilar Pendidikan” (keluarga, sekolah dan masyarakat), dan metode “sistem
among” sebagai metode pendidikan dan pengajarannya (Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun
Karsa, Tut Wuri Handayani) sangat
urgen untuk dikaji dan diimplementasikan.
Konsep
pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara dijelaskan dalam bukunya tentang
Pendidikan dan Kebudayaan. Konsep
pendidikan yang dikembangkan dengan
bercorak pada “Tri-pilar Pendidikan”
(keluarga, sekolah dan masyarakat), Asas-asas Panca Dharma (Kemerdekaan,
Kodrat Alam, Kebudayaan, Kerohanian, Kemanusiaan) dan metode “sistem among” sebagai
metode pendidikan dan pengajarannya (Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani).
Salah
satu gagasan yang menarik dikaji dari ajaran
Ki Hajar adalah konsep Pancadarma Perguruan Taman
Siswa yang disusun pada 1947. Ki Hajar seolah ingin mengungkapkan
bahwa usaha-usaha mencerdaskan kehidupan bangsa harus memiliki landasan atau fondasi yang kuat dan kokoh. Dari konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut, saat ini dinilai memiliki kontribusi sehingga lahirnya konsepsi pendidikan karakter di Indonesia. Ki Hadjar
Dewantara telah jauh
berpikir dalam masalah pendidikan karakter.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara ternyata memiliki pengaruh kuat tidak hanya terhadap pendidikan Indonesia, namun konsepsi
pendidikan Ki Hadjar Dewantara berhasil mengangkat aspek pendidikan secara global, salah satunya pendidikan di negara Finlandia. Para pegiat pendidikan Finlandia nyata-nyata menerapkan dan mengadaptasikan konsepsi
pendidikan Ki Hadjar Dewantara di negaranya dan dibuktikan selama dua puluh
tahun mereka membuat mata dunia terbelanga karena mengakui bahwa taraf
pendidikannya yang berkualitas.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan adalah
bagian dari kebudayaan. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa
berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Pendidikan
adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berprilaku
mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Sekolah sebagai salah satu dari tempat
enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan bagi anak dalam
mengembangkan dirinya.
4.28.2024
Moderasi Beragama; Pemahaman dan Implementasinya pada Pendidikan Agama Islam
Moderasi beragama adalah gagasan atau prinsip yang mengajarkan dan mendorong sikap yang menerima, menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan keyakinan. Konsep moderasi beragama didasarkan pada keyakinan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih dan menerapkan agamanya sendiri tanpa mengalami intimidasi atau diskriminasi.
Moderasi beragama didefinisikan sebagai perspektif yang tidak berlebihan, tidak ekstrem (berlebihan dan mengabaikan prinsip toleransi), tidak radikal, dan intoleran. Tujuan moderasi beragama adalah untuk mencapai keseimbangan dalam praktik agama dan mencegah perilaku yang merugikan orang lain. Fakta bahwa moderasi beragama sangat penting adalah karena dapat membantu menjalin kerukunan antar umat beragama dengan menghormati perbedaan keyakinan. Selain itu, moderasi agama dapat mencegah konflik. Moderasi beragama mengurangi kemungkinan konflik dan perpecahan di negara yang pluralistik seperti Indonesia. Menurut moderasi agama, seseorang harus menghindari melanggar ketertiban umum dan melampaui batas yang telah disepakati.
Implementasi moderasi beragama dalam pendidikan agama Islam memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa dan memperkuat nilai-nilai toleransi dan kerukunan. Ini adalah beberapa elemen yang berkaitan dengan penerapan moderasi beragama dalam pendidikan agama Islam
- Konsep moderasi beragama. Moderasi beragama mengajarkan toleransi, keseimbangan, dan penghormatan terhadap perbedaan keyakinan. Tawassuth (mengambil jalan tengah), tawazun (berkeseimbangan), i'tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), dan syura adalah prinsip-prinsip moderasi.
- Tanda-tanda Moderasi Beragama. Komitmen kebangsaan, penghargaan terhadap keberagaman dan persatuan, toleransi, penghormatan terhadap perbedaan keyakinan, anti-radikalisme dan kekerasan, menolak ekstremisme, dan akomodasi terhadap budaya lokal dan nilai-nilai lokal.
- Kebijakan Moderasi Beragama. Kementerian Agama telah menetapkan beberapa kebijakan untuk mendukung moderasi beragama. Nilai-nilai moderasi beragama dimasukkan ke dalam kurikulum PAI untuk meningkatkan kesadaran beragama.
Tujuan dari penerapan moderasi dalam pendidikan agama Islam di Universitas Islam Bunga Bangsa Cirebon adalah untuk menghasilkan generasi mahasiswa sebagai bagian civitas akademika yang ramah, terbuka, dan menghargai keberagaman. Selain itu, menerapkan moderasi dalam pendidikan agama Islam di masjid dapat mengurangi kemungkinan konflik dan memperkuatnya. Dengan menerapkan moderasi dalam pendidikan agama Islam, tujuan adalah untuk membentuk generasi yang toleran, inklusif, dan menghargai keberagaman. Ini juga dapat mengurangi kemungkinan konflik dan memperkuat kerukunan antarumat beragama. Ini adalah langkah penting dalam membangun karakter siswa yang berakhlak mulia dan berkontribusi positif pada pembangunan bangsa.
4.23.2024
Peningkatan Karakter Kepemimpinan di Alam Terbuka; Mahasiswa Prodi PAI UI BBC
4.22.2024
Halal Bihalal; Membangun iklim zoon politicon di lingkungan akademis.